Social Icons

Selasa, 26 November 2013

Pondokku

MENGENAL LEBIH JAUH
MENGENAL LEBIH JAUH
PONDOK PESANTREN DARUL HIJRAH PUTRI
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri berdiri di atas tanah seluas 4 hektar yang semula direncanakan 7 hektar. Tanah ini diambil dari bagian Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera yang terletak di belakang mesjid pondok putera kemudian dipindahkan ke Batung Cindai Alus dengan persetujuan pewakafnya, yaitu H. Syahrani dan H. Bakran Lazim. Dengan demikian, baik keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri ataupun Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri secara umum tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri terletak di Desa Batung Cindai Alus Rt 002, Kecamatan Martapura. Tepatnya terletak di perbatasan antara Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Namun untuk saat ini masih berafiliasi ke Departemen Pendidikan Nasional Kabupaten Banjar. Dari letaknya yang demikian sudah dapat dipastikan bahwa Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri berada di ujung desa Batung Cindai Alus.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri terletak di desa Batung Cindai Alus, kecamatan Martapura, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tepatnya 10 km dari kota Martapura, 2 km dari jalan raya Loktabat, 6 km dari kota Madya Banjarbaru dan 35 km dari ibu kota provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Letaknya yang demikian memungkinkannya menerima akses dari luar dengan cepat sehingga dari segi informasi tidak akan ketinggalan. Namun peraturan yang membatasi para santriwatinya, yaitu cara perizinan yang ketat,  menyebabkan mereka tidak atau kurang mendapatkan informasi dunia luar.
Masyarakat desa Batung Cindai Alus sebagai komponen yang berada paling dekat dengan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri sedikit banyaknya memberikan akses terhadap perkembangannya. Kenyataan ini tidak dapat diingkari, misalnya, dengan diperbolehkannya santriwati Batung untuk tidak memondok. Selain karena alasan jarak yang dekat, juga lantaran untuk membantu masyarakat desa Batung Cindai Alus yang nota bene adalah petani sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk membantu orang tuanya di luar waktu belajar. Hal ini dilakukan juga sekaligus untuk menjaga hubungan baik antara pondok dengan masyarakat desa Batung Cindai Alus.
SMP Darul Hijrah Puteri, dengan demikian, mencoba mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat sekitarnya melalui negosiasi kultural. Secara kelembagaan, Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri telah berhasil memberikan gambaran positif terhadap masyarakat tentang keberadaannya. Hal itu seiring dengan penerimaan masyarakat terhadap Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera. Hal ini semakin memperkuat asumsi ikatan antara Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera dengan Darul Hijrah Puteri. Seandainya Darul Hijrah Putera gagal membangun imej positif  di mata masyarakat desa Cindai Alus, maka kemungkinan besar Darul Hijrah Puteri akan mengalami nasib yang sama.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa kebanyakan santriwati Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri memondok dan hanya sebagian kecil yang pulang-pergi. Dengan sistem pemondokan dan pulang pergi untuk sebagian kecil santriwati, tentu berdampak pula bagi manajemen sekolah. Harus ada kebijakan-kebijakan yang menaungi kepentingan yang berbeda tersebut agar tidak terjadi benturan, dan sejauh ini tidak (belum) pernah terjadi benturan.
Sekarang penulis gambarkan bagaimana perekonomian masyarakat desa Batung Cindai Alus. Mayoritas masyarakat desa Batung Cindai Alus adalah petani. Banyak bahan pangan yang dihasilkan dari bertani dari sayur-sayuran sampai makanan pokok. Perekonomian mereka berputar di sekitar itu pula. Hasil pertanian itu dipasarkan ke berbagai penjuru Banjarbaru dan Martapura. Artinya, mereka tidak mempunyai pangsa pasar yang terbatas. Mereka memiliki kebebasan dalam memasarkan hasil pertaniannya, dari rumah sampai ke pasar. Bahkan banyak pula yang menjajakannya di jalan-jalan.
Kenyataan ini merupakan hasil sebuah akomodasi dari peluang-peluang ekonomi yang terpampang di hadapan mereka. Bahwa apapun kemungkinan yang bisa memberikan keuntungan akan mereka ambil. Kenyataan ini berlangsung dalam konteks ekonomis dan memang lantaran tuntutan ekonomi. Dimana desa Cindai Alus semula merupakan desa transmigran yang dalam mengembangkannya diperlukan kerja keras dan kejelian dalam melihat peluang-peluang.
Alasan kenapa masyarakat desa Batung Cindai Alus lebih memilih kehidupan bertani daripada yang lainnya adalah lantaran memang kecocokan alamnya (keadaan geografis). Sebagian besar tanah desa Batung Cindai Alus merupakan lahan subur untuk bercocok tanam terutama jenis sayur-sayuran, ubi-ubian, dan tanaman kebun. Baru beberapa tahun terakhir ini dikembangkan pembibitan ikan.
Berbicara masalah ekonomi, biasanya ada tiga hal utama yang dibahas, yaitu dari mana bahan didapat, apa yang diproduksi, dan kemana memasarkannya. Di atas telah disinggung secara sekilas, namun untuk lebih rincinya penulis jelaskan bahwa masyarakat desa Batung Cindai Alus mendapatkan bibit pertanian dari pasar-pasar. Akan tetapi untuk saat ini mereka sudah mulai bisa memproduksi bibit sendiri. Sementara apa yang mereka produksi adalah jagung, sayur-sayuran, tambak ikan, padi, ubi-ubian dan lain-lain. Mengenai kemana mereka pasarkan adalah ke pasar-pasar terdekat, dijajakan, ataupun dijual di depan rumah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat desa Batung Cindai Alus menganut kultur hibrida, yaitu memadukan sistem pertanian tradisional seraya memanfaatkan teknologi pertanian dan melihat peluang-peluang lain yang mungkin untuk digeluti, misalnya, menambak ikan. Ini boleh dibilang sebagai sebuah kecerdasan dalam melihat peluang.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri memang telah direncanakan sejak awal berdirinya untuk memilih tempat yang kondusif dan menunjang proses belajar mengajar. Kawasan sekolah yang relatif jauh dari kebisingan, dengan segenap arah pandangan mata terlihat hijaunya hutan dan ladang petani, dengan udara yang relatif sejuk bertanah merah yang dapat menopang bangunan sekolah tetap berdiri kokoh. Letaknya yang jauh dari kebisingan dan rata-rata santriwatinya yang mukim di asrama dimaksudkan agar para santriwati bisa konsentrasi belajar.
Hubungan pondok secara umum dan sekolah secara khusus, dengan masyarakat selama ini berjalan dengan harmonis. Bahkan ada beberapa warga desa sekitar menjadi pegawai kantin, cleaning service, laundry, dan perlengkapan. Hubungan ini juga dapat dilihat dari tanggapan mereka terhadap kegiatan-kegaiatan yang dilakukan pondok pesantren ataupun sekolah yang selalu mendapat dukungan mereka, juga dari minat mereka untuk menyekolahkan anak mereka di pondok pesantren ini.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri walaupun terhitung relatif muda dibanding dengan Pondok Pesantren lain di sekitarnya, tetapi masyarakat mengakui bahwa lulusan pondok pesantren ini memiliki keterampilan plus. Yaitu penguasaan bahasa asing, berorganisasi, pengetahuan umum dan tentunya agama yang dapat menjadi modal utama guna melanjutkan studi para santriwati ke jenjang yang lebih tinggi.
Keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri tidak bisa dilepaskan dari Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri itu sendiri secara keseluruhan. Karena itu, terlebih dahulu penulis kemukakan sedikit mengenai asal mula berdirinya, bagaimana, dan dimana posisi Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri bagi  Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri. Hal itu akan terlihat dari runtutan sejarah berdirinya dan keadaan geografis yang melatarinya.
Kehadiran Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri tidak bisa dilepaskan dari Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera. Keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri merupakan kelanjutan dari Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera. Hal ini terlihat dari  pemindahan wakaf dari H. Ady Syahrani dan H. Bakran Lazim yang semula berada di Putera (Cindai Alus) kemudian sebagiannya dipindahkan ke Batung, yang kemudian disanalah berdirinya Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri. Tanah yang semula direncanakan adalah 7 hektar, tetapi dalam kenyataannya yang terlaksana hanya 4 hektar.
Sebagaimana halnya di Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera, secara umum ada dua hal yang melatarbelakangi berdirinya Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri, yaitu pertama, adanya keinginan pendiri pesantren sebagai alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo untuk mendirikan pondok pesantren serupa dengan almamaternya, dan hal tersebut mendapat dukungan Gontor dan bahkan dianggap sebagai pondok ala Gontor di Kalimantan.
Kedua, banyaknya minat dari calon santri untuk memasuki pondok Gontor tidak sesuai dengan daya tampung pondok Gontor sehingga diperlukan pondok yang memiliki sistem yang sama dan dapat mengakomodir calon santri tersebut terutama yang berasal dari Kalimantan. Untuk program itu Pondok Modern Gontor bersedia memberikan bimbingan, petunjuk bahkan memfasilitasi kader-kadernya ke luar negeri guna memperoleh bekal agar lebih mampu mengelola kegiatan dan memanajemen pondok alumni yang kelak akan didirikan. Keinginan alumni Pondok Modern Gontor meniru almamaternya dan pelaksanaan amanah pimpinan Pondok Gontor kepada alumninya merupakan latar belakang sebab berdirinya Pondok Pesantren Darul Hijrah.
Amanah pondok modern Gontor untuk mendirikan pondok, diserahkan kepada alumninya untuk melakukan improvisasi dan inovasi sesuai dengan kondisi daerahnya. Pondok yang berdiri itu disebut pondok alumni, bukan cabang Gontor. Secara historis, sebenarnya kedua pondok tersebut adalah satu, namun secara organisatoris berdiri sendiri, punya landasan konstitusi sendiri. Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera adalah hasil dari langkah kebersamaan antara K.H. A.Gazali Mukhtar, K.H. Zarkasyi Hasbi, Lc., dan K.H. Syahrudi Ramli, serta IKPM Kalsel. Pondok Darul Hijrah adalah pondok alumni Gontor, bukan pondok IKPM, tetapi pondok anggota IKPM Kalsel.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri berdiri pada tahun 1995 yang diprakarsai oleh Drs. H. Nasrul Mahmudi, Drs. H. Syahrudi Ramli, K.H. A. Ghazali Muchtar (alm.), dan K.H. Zarkasyi Hasbi Lc.[1] Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri terletak di desa Batung Cindai Alus yang kebanyakan penduduknya berpenghasilan dari bertani (berkebun) dan beternak.
Awalnya jumlah santriwati Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri adalah 52 santriwati. Jumlah itu meningkat secara cepat hingga sampai tahun ajaran 2007/2008 ini telah mencapai 600-an orang. Memang hampir di semua pondok pesantren, jumlah santri di awal tahun biasanya lumayan banyak dan mengalami penurunan di akhir tahun, terutama santri baru dan yang lulus dari kelas IX, begitupun dengan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri juga mengalami nasib yang sama.
Berdasarkan latar belakang yang demikian sudah sewajarnya jika Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri mengembangkan kurikulum Gontor. Meskipun demikian, dalam kenyataannya Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri mengembangkan sistem kurikulum yang berbeda jauh dari induknya. Kenyataan ini mempunyai dasar argumentasi yang sangat realistis, sebagaimana sering diungkapkan oleh Direktur Pondok yang intinya mengatakan bahwa Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri memang berkiblat ke Gontor, tetapi tetap mempertimbangkan segala kemungkinan dan relevansi sistem pendidikannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dunia kerja. Ada kurikulum Gontor yang harus dipertahankan, tetapi juga ada yang harus dikorbankan mengingat kebutuhan lain yang lebih mendesak. Berdasarkan asumsi inilah, maka Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri mengadopsi sistem pendidikan Gontor dan menggabungkannya dengan sistem pendidikan SMP dan SMA, atau yang disebut pimpinannya sistem pendidikan integratif.


[1]Wawancara pribadi dengan Direktur Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri, Drs. H. Syahrudi Ramli, 5 September 2008. Tiga nama yang terakhir  merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar