PONDOK PESANTREN DARUL HIJRAH PUTRI
Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri berdiri di atas tanah seluas 4 hektar yang semula
direncanakan 7 hektar. Tanah ini diambil dari bagian Pondok Pesantren Darul
Hijrah Putera yang terletak di belakang mesjid pondok putera kemudian
dipindahkan ke Batung Cindai Alus dengan persetujuan pewakafnya, yaitu H.
Syahrani dan H. Bakran Lazim. Dengan demikian, baik keberadaan Pondok Pesantren
Darul Hijrah Puteri ataupun Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri secara umum
tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera.
Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri terletak di Desa Batung Cindai Alus Rt 002,
Kecamatan Martapura. Tepatnya terletak di perbatasan antara Kota Banjarbaru dan
Kabupaten Banjar. Namun untuk saat ini masih berafiliasi ke Departemen
Pendidikan Nasional Kabupaten Banjar. Dari letaknya yang demikian sudah dapat
dipastikan bahwa Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri berada di ujung desa
Batung Cindai Alus.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri terletak di desa Batung
Cindai Alus, kecamatan Martapura, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Tepatnya 10 km dari kota Martapura, 2 km dari jalan raya Loktabat, 6 km dari
kota Madya Banjarbaru dan 35 km dari ibu kota provinsi Kalimantan Selatan,
Banjarmasin. Letaknya yang demikian memungkinkannya menerima akses dari luar
dengan cepat sehingga dari segi informasi tidak akan ketinggalan. Namun
peraturan yang membatasi para santriwatinya, yaitu cara perizinan yang
ketat, menyebabkan mereka tidak atau
kurang mendapatkan informasi dunia luar.
Masyarakat
desa Batung Cindai Alus sebagai komponen yang berada paling dekat dengan Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri sedikit banyaknya memberikan akses terhadap
perkembangannya. Kenyataan ini tidak dapat diingkari, misalnya, dengan
diperbolehkannya santriwati Batung untuk tidak memondok. Selain karena alasan
jarak yang dekat, juga lantaran untuk membantu masyarakat desa Batung Cindai
Alus yang nota bene adalah petani sehingga mereka mempunyai kesempatan
untuk membantu orang tuanya di luar waktu belajar. Hal ini dilakukan juga
sekaligus untuk menjaga hubungan baik antara pondok dengan masyarakat desa
Batung Cindai Alus.
SMP
Darul Hijrah Puteri, dengan demikian, mencoba mengakomodasi berbagai
kepentingan masyarakat sekitarnya melalui negosiasi kultural. Secara
kelembagaan, Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri telah berhasil memberikan
gambaran positif terhadap masyarakat tentang keberadaannya. Hal itu seiring
dengan penerimaan masyarakat terhadap Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera. Hal
ini semakin memperkuat asumsi ikatan antara Pondok Pesantren Darul Hijrah
Putera dengan Darul Hijrah Puteri. Seandainya Darul Hijrah Putera gagal
membangun imej positif di mata
masyarakat desa Cindai Alus, maka kemungkinan besar Darul Hijrah Puteri akan
mengalami nasib yang sama.
Sebagaimana
telah dikemukakan di atas bahwa kebanyakan santriwati Pondok Pesantren Darul
Hijrah Puteri memondok dan hanya sebagian kecil yang pulang-pergi. Dengan
sistem pemondokan dan pulang pergi untuk sebagian kecil santriwati, tentu
berdampak pula bagi manajemen sekolah. Harus ada kebijakan-kebijakan yang
menaungi kepentingan yang berbeda tersebut agar tidak terjadi benturan, dan
sejauh ini tidak (belum) pernah terjadi benturan.
Sekarang
penulis gambarkan bagaimana perekonomian masyarakat desa Batung Cindai Alus. Mayoritas
masyarakat desa Batung Cindai Alus adalah petani. Banyak bahan pangan yang
dihasilkan dari bertani dari sayur-sayuran sampai makanan pokok. Perekonomian
mereka berputar di sekitar itu pula. Hasil pertanian itu dipasarkan ke berbagai
penjuru Banjarbaru dan Martapura. Artinya, mereka tidak mempunyai pangsa pasar
yang terbatas. Mereka memiliki kebebasan dalam memasarkan hasil pertaniannya,
dari rumah sampai ke pasar. Bahkan banyak pula yang menjajakannya di
jalan-jalan.
Kenyataan
ini merupakan hasil sebuah akomodasi dari peluang-peluang ekonomi yang
terpampang di hadapan mereka. Bahwa apapun kemungkinan yang bisa memberikan
keuntungan akan mereka ambil. Kenyataan ini berlangsung dalam konteks ekonomis
dan memang lantaran tuntutan ekonomi. Dimana desa Cindai Alus semula merupakan
desa transmigran yang dalam mengembangkannya diperlukan kerja keras dan
kejelian dalam melihat peluang-peluang.
Alasan
kenapa masyarakat desa Batung Cindai Alus lebih memilih kehidupan bertani
daripada yang lainnya adalah lantaran memang kecocokan alamnya (keadaan
geografis). Sebagian besar tanah desa Batung Cindai Alus merupakan lahan subur
untuk bercocok tanam terutama jenis sayur-sayuran, ubi-ubian, dan tanaman
kebun. Baru beberapa tahun terakhir ini dikembangkan pembibitan ikan.
Berbicara
masalah ekonomi, biasanya ada tiga hal utama yang dibahas, yaitu dari mana
bahan didapat, apa yang diproduksi, dan kemana memasarkannya. Di atas telah
disinggung secara sekilas, namun untuk lebih rincinya penulis jelaskan bahwa
masyarakat desa Batung Cindai Alus mendapatkan bibit pertanian dari
pasar-pasar. Akan tetapi untuk saat ini mereka sudah mulai bisa memproduksi
bibit sendiri. Sementara apa yang mereka produksi adalah jagung, sayur-sayuran,
tambak ikan, padi, ubi-ubian dan lain-lain. Mengenai kemana mereka pasarkan
adalah ke pasar-pasar terdekat, dijajakan, ataupun dijual di depan rumah.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat desa Batung Cindai Alus
menganut kultur hibrida, yaitu memadukan sistem pertanian tradisional seraya
memanfaatkan teknologi pertanian dan melihat peluang-peluang lain yang mungkin
untuk digeluti, misalnya, menambak ikan. Ini boleh dibilang sebagai sebuah
kecerdasan dalam melihat peluang.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri memang telah direncanakan
sejak awal berdirinya untuk memilih tempat yang kondusif dan menunjang proses
belajar mengajar. Kawasan sekolah yang relatif jauh dari kebisingan, dengan
segenap arah pandangan mata terlihat hijaunya hutan dan ladang petani, dengan
udara yang relatif sejuk bertanah merah yang dapat menopang bangunan sekolah
tetap berdiri kokoh. Letaknya yang jauh dari kebisingan dan rata-rata santriwatinya
yang mukim di asrama dimaksudkan agar para santriwati bisa konsentrasi belajar.
Hubungan pondok secara umum dan sekolah secara khusus, dengan
masyarakat selama ini berjalan dengan harmonis. Bahkan ada beberapa warga desa
sekitar menjadi pegawai kantin, cleaning service, laundry, dan
perlengkapan. Hubungan ini juga dapat dilihat dari tanggapan mereka terhadap
kegiatan-kegaiatan yang dilakukan pondok pesantren ataupun sekolah yang selalu
mendapat dukungan mereka, juga dari minat mereka untuk menyekolahkan anak
mereka di pondok pesantren ini.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri walaupun terhitung
relatif muda dibanding dengan Pondok Pesantren lain di sekitarnya, tetapi
masyarakat mengakui bahwa lulusan pondok pesantren ini memiliki keterampilan
plus. Yaitu penguasaan bahasa asing, berorganisasi, pengetahuan umum dan
tentunya agama yang dapat menjadi modal utama guna melanjutkan studi para
santriwati ke jenjang yang lebih tinggi.
Keberadaan
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri tidak bisa dilepaskan dari Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri itu sendiri secara keseluruhan. Karena itu,
terlebih dahulu penulis kemukakan sedikit mengenai asal mula berdirinya,
bagaimana, dan dimana posisi Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri bagi Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri. Hal itu
akan terlihat dari runtutan sejarah berdirinya dan keadaan geografis yang
melatarinya.
Kehadiran
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri tidak bisa dilepaskan dari Pondok
Pesantren Darul Hijrah Putera. Keberadaan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri
merupakan kelanjutan dari Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera. Hal ini
terlihat dari pemindahan wakaf dari H.
Ady Syahrani dan H. Bakran Lazim yang semula berada di Putera (Cindai Alus)
kemudian sebagiannya dipindahkan ke Batung, yang kemudian disanalah berdirinya
Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri. Tanah yang semula direncanakan adalah 7
hektar, tetapi dalam kenyataannya yang terlaksana hanya 4 hektar.
Sebagaimana
halnya di Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera, secara umum ada dua hal yang
melatarbelakangi berdirinya Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri, yaitu pertama, adanya keinginan pendiri pesantren
sebagai alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo untuk mendirikan pondok
pesantren serupa dengan almamaternya, dan hal tersebut mendapat dukungan Gontor
dan bahkan dianggap sebagai pondok ala Gontor di Kalimantan.
Kedua, banyaknya minat dari
calon santri untuk memasuki pondok Gontor tidak sesuai dengan daya tampung
pondok Gontor sehingga diperlukan pondok yang memiliki sistem yang sama dan
dapat mengakomodir calon santri tersebut terutama yang berasal dari Kalimantan.
Untuk program itu Pondok Modern Gontor bersedia memberikan bimbingan, petunjuk
bahkan memfasilitasi kader-kadernya ke luar negeri guna memperoleh bekal agar
lebih mampu mengelola kegiatan dan memanajemen pondok alumni yang kelak akan
didirikan. Keinginan alumni Pondok Modern Gontor meniru almamaternya dan
pelaksanaan amanah pimpinan Pondok Gontor kepada alumninya merupakan latar
belakang sebab berdirinya Pondok Pesantren Darul Hijrah.
Amanah pondok modern Gontor untuk mendirikan pondok,
diserahkan kepada alumninya untuk melakukan improvisasi dan inovasi sesuai
dengan kondisi daerahnya. Pondok yang berdiri itu disebut pondok alumni, bukan
cabang Gontor. Secara historis, sebenarnya kedua pondok tersebut adalah satu,
namun secara organisatoris berdiri sendiri, punya landasan konstitusi sendiri.
Pondok Pesantren Darul Hijrah Putera adalah hasil dari langkah kebersamaan
antara K.H. A.Gazali Mukhtar, K.H. Zarkasyi Hasbi, Lc., dan K.H. Syahrudi
Ramli, serta IKPM Kalsel. Pondok Darul Hijrah adalah pondok alumni Gontor,
bukan pondok IKPM, tetapi pondok anggota IKPM Kalsel.
Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri berdiri pada tahun 1995 yang diprakarsai oleh
Drs. H. Nasrul Mahmudi, Drs. H. Syahrudi Ramli, K.H. A. Ghazali Muchtar (alm.),
dan K.H. Zarkasyi Hasbi Lc. Pondok Pesantren Darul
Hijrah Puteri terletak di desa Batung Cindai Alus yang kebanyakan penduduknya
berpenghasilan dari bertani (berkebun) dan beternak.
Awalnya
jumlah santriwati Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri adalah 52 santriwati.
Jumlah itu meningkat secara cepat hingga sampai tahun ajaran 2007/2008 ini
telah mencapai 600-an orang. Memang hampir di semua pondok pesantren, jumlah santri di awal tahun biasanya
lumayan banyak dan mengalami penurunan di akhir tahun, terutama santri baru dan
yang lulus dari kelas IX, begitupun dengan Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri
juga mengalami nasib yang sama.
Berdasarkan latar belakang yang demikian sudah sewajarnya jika Pondok
Pesantren Darul Hijrah Puteri mengembangkan kurikulum Gontor. Meskipun
demikian, dalam kenyataannya Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri mengembangkan
sistem kurikulum yang berbeda jauh dari induknya. Kenyataan ini mempunyai dasar
argumentasi yang sangat realistis, sebagaimana sering diungkapkan oleh Direktur
Pondok yang intinya mengatakan bahwa Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri
memang berkiblat ke Gontor, tetapi tetap mempertimbangkan segala kemungkinan
dan relevansi sistem pendidikannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dunia
kerja. Ada kurikulum Gontor yang harus dipertahankan, tetapi juga ada yang
harus dikorbankan mengingat kebutuhan lain yang lebih mendesak. Berdasarkan
asumsi inilah, maka Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri mengadopsi sistem
pendidikan Gontor dan menggabungkannya dengan sistem pendidikan SMP dan SMA,
atau yang disebut pimpinannya sistem pendidikan integratif.